Bone Bolango, Berita — Pemerintah Kabupaten Bone Bolango melalui Sekretaris Daerah Iwan Mustapa membantah tuduhan yang menyebut proses seleksi Jabatan Pimpinan Tinggi (JPT) Pratama hanya sebagai formalitas sarat kepentingan dan nepotisme tidak memiliki dasar hukum maupun fakta administratif.
Menurut Iwan narasi tersebut dinilai lebih mengedepankan asumsi daripada pengujian terhadap mekanisme resmi yang secara ketat diatur oleh negara. Ia menyatakan bahwa seluruh tahapan seleksi JPT Pratama dilaksanakan berdasarkan sistem merit, sebagaimana diamanatkan dalam peraturan perundang-undangan, serta berada di bawah pengawasan lembaga negara yang berwenang.
Sistem Merit Bukan Klaim, tetapi Perintah Undang-Undang
Iwan menjelaskan bahwa Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2023 tentang Aparatur Sipil Negara secara tegas mengatur bahwa pengisian Jabatan Pimpinan Tinggi wajib dilakukan melalui seleksi terbuka dan kompetitif berbasis sistem merit. Sistem ini menempatkan kualifikasi, kompetensi, kinerja, dan integritas sebagai parameter utama, bukan kedekatan personal, relasi politik, ataupun hubungan keluarga.
“Dengan kerangka hukum tersebut, tuduhan bahwa seleksi JPT sekadar formalitas dipandang sebagai klaim yang mengabaikan mandat undang-undang dan tidak berdiri di atas argumentasi normatif, ” jelasnya.
Tahapan Seleksi Bersifat Substantif dan Terukur
Iwan juga memaparkan bahwa seleksi JPT Pratama tidak dilakukan secara seremonial. Prosesnya terdiri dari tahapan substantif yang saling mengunci, sebagaimana diatur dalam Peraturan Pemerintah Nomor 17 Tahun 2020 tentang Manajemen PNS serta PermenPANRB Nomor 15 Tahun 2019.
Tahapan tersebut meliputi pembentukan Panitia Seleksi independen, seleksi administrasi berbasis persyaratan jabatan, uji kompetensi oleh asesor profesional, penulisan makalah, wawancara berbasis kompetensi, perankingan, hingga rekomendasi Panitia Seleksi.
“Seluruh proses tersebut menghasilkan dokumen resmi, nilai, dan berita acara yang membentuk jejak audit (audit trail) dan dapat diuji oleh lembaga pengawas, ” paparnya.
Pengendalian Eksternal Menutup Ruang Rekayasa
Iwan mengungkapkan bahwa salah satu elemen penting dalam seleksi JPT Pratama adalah Persetujuan Teknis Badan Kepegawaian Negara (BKN). Tanpa persetujuan ini, pelantikan tidak dapat dilakukan secara sah. BKN melakukan verifikasi ketat terhadap prosedur, tahapan, serta kelayakan administrasi dan kompetensi peserta.
“Fakta ini menegaskan bahwa hasil seleksi tidak sepenuhnya berada di tangan kepala daerah, sehingga narasi “sudah diatur sejak awal” menjadi tidak relevan secara sistem dan menyesatkan secara hukum,” ujarnya.
Hubungan Keluarga Tidak Otomatis Nepotisme
Tanggapan serupa juga dilontarkan oleh Kepala Inspektorat Fredy Lasut yang menegaskan bahwa hubungan keluarga tidak serta-merta dapat dimaknai sebagai nepotisme. Undang-Undang Nomor 28 Tahun 1999 mensyaratkan adanya penyalahgunaan kewenangan untuk menguntungkan keluarga atau kroni agar suatu tindakan dapat dikategorikan sebagai nepotisme.
“Tanpa bukti adanya intervensi, pelanggaran prosedur, manipulasi hasil seleksi, atau penyalahgunaan kewenangan, tudingan nepotisme hanya bersifat asumtif dan tidak memenuhi standar pembuktian dalam negara hukum, ” tegasnya.
Asas Pemerintahan yang Baik Telah Dijalankan
Dijelaskan pula bahwa proses seleksi JPT Pratama di Bone Bolango juga dilaksanakan dengan mengacu pada Asas-Asas Umum Pemerintahan yang Baik (AUPB) sebagaimana diatur dalam Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2014 tentang Administrasi Pemerintahan.
“Prinsip kepastian hukum, keterbukaan, ketidakberpihakan, serta akuntabilitas menjadi pijakan dalam setiap tahapan pengambilan keputusan,” katanya.
Kritik Dihormati, Fakta Tetap Menjadi Ukuran
Fredy menegaskan lagi bahwa kritik dan pengawasan publik merupakan bagian dari demokrasi. Namun, dalam negara hukum, tuduhan harus diuji dengan data dan bukti, bukan persepsi atau dugaan sepihak.
Fredy bilang bahwa Pemkab menyatakan terbuka terhadap mekanisme klarifikasi, pengaduan resmi, serta pengawasan oleh Aparat Pengawasan Intern Pemerintah (APIP) maupun instansi berwenang lainnya apabila terdapat indikasi pelanggaran.
“Polemik seleksi JPT Pratama seharusnya ditempatkan dalam kerangka hukum dan administrasi negara, bukan sekadar narasi politik atau opini personal. Sistem merit bukan jargon, melainkan mekanisme hukum yang nyata, terukur, dan dapat dipertanggungjawabkan,” pungkasnya. (Tim Redaksi)













