Kota Gorontalo, Berita – Program Makan Bergizi Gratis (MBG) diharapkan dapat berjalan semakin optimal melalui penguatan pendekatan budaya dan kearifan lokal.
Harapan tersebut disampaikan Akademisi Universitas Negeri Gorontalo, Dr. Funco Tanipu saat memberikan materi pada Focus Group Discussion (FGD) lintas sektor terkait promosi dan edukasi MBG yang digelar di Hotel Aston, Kota Gorontalo, Selasa (18/11/2025).
Ia menilai bahwa integrasi budaya makan, pangan lokal, dan partisipasi masyarakat menjadi kunci penting dalam mendukung keberhasilan pelaksanaan MBG di berbagai daerah, termasuk Gorontalo.
Menurut Funco, Program Makan Bergizi Gratis (MBG) sebagai salah satu program strategis nasional terus mendapat perhatian dari berbagai kalangan, termasuk akademisi.
Funco mengatakan makanan merupakan unsur penting dalam tujuh elemen kebudayaan, mulai dari teknologi memasak, mata pencaharian, organisasi sosial, pengetahuan, hingga nilai keagamaan dan kesenian. Karena itu, pelaksanaan MBG dinilai perlu memperhatikan identitas kuliner lokal, kebiasaan makan masyarakat, serta nilai-nilai tradisional yang hidup di daerah.
“Dalam perspektif antropologi, bahwa makanan memiliki makna simbolik dan identitas yang dibentuk oleh sejarah, lingkungan, serta kepercayaan suatu komunitas. Tradisi pengolahan pangan, preferensi rasa, hingga nilai-nilai yang mengatur makanan halal, pantangan, dan kebiasaan makan merupakan bagian dari kekayaan budaya yang dapat mendukung pelaksanaan MBG secara kontekstual,”katanya.
Ia juga menuturkan makanan tradisional memiliki filosofi dan nilai sosial yang dapat memperkaya pemahaman generasi muda tentang pangan lokal. Contoh makanan lokal seperti iloni, biluhuta, hingga olahan ikan menjadi identitas penting yang dapat dipertahankan melalui program pangan bergizi di sekolah.
“Perspektif teologis menjelaskan bahwa tradisi memberi makanan memiliki akar historis dalam ajaran Islam. Melalui ayat Al-Qur’an dan hadis menunjukkan bahwa pemberian makanan bergizi kepada masyarakat merupakan bentuk kepedulian sosial yang bernilai ibadah. Penjelasan ini memberikan dasar spiritual yang dapat memperkuat pelaksanaan MBG di tingkat komunitas,”tuturnya.
Funco juga membeberkan sejumlah regulasi yang menjadi dasar pelaksanaan Program Makan Bergizi Gratis, mulai dari Undang-Undang, Peraturan Pemerintah, hingga Peraturan Badan Gizi Nasional. Ia memaparkan bahwa kerangka regulasi tersebut telah mengatur aspek teknis terkait gizi, sanitasi, dan standar pelaksanaan MBG, sehingga dapat menjadi acuan daerah dalam menjalankan program secara baik dan terstruktur.
“Meski kerangka regulasi teknis telah tersedia, kami mendorong adanya ruang untuk memperkuat pemahaman budaya makanan sebagai bagian dari pengembangan program. Pendekatan berbasis kearifan lokal dapat membantu meningkatkan penerimaan menu, mendorong penggunaan pangan lokal, serta memperkuat edukasi gizi yang lebih dekat dengan kehidupan masyarakat,”bebernya.
Funco juga menawarkan sejumlah rekomendasi model integratif yang dapat dipertimbangkan dalam penguatan program, seperti model sistem pangan lokal dan budaya, model partisipasi ekonomi dan komunitas, dan model tata kelola adaptif,
“Pendekatan terpadu antara gizi, budaya, dan partisipasi masyarakat akan membuat Program Makan Bergizi Gratis tidak hanya bernilai kesehatan, tetapi juga menjadi bagian dari upaya pelestarian budaya pangan lokal sekaligus penguatan identitas daerah,”pungkasnya. (Tim Redaksi)














